Mina san, Seijin Shiki wo kiita koto
ga arimasu ka? Apakah pembaca sekalian pernah mendengar istilah Seijin Shiki.
Di Jepang ada sebuah tradisi yang kurang
lebih maknanya mirip seperti upacara “Menek Kelih” di Bali. Seijin shiki
atau upacara orang dewasa adalah upacara tahunan yang diadakan pemerintah lokal kota dan desa di Jepang yang mengundang
penduduk yang telah mencapai usia 20 tahun untuk merayakan usia yang
telah dianggap cukup
umur menurut hukum. Acara
diselenggarakan di gedung pertemuan, ballroom hotel, atau aula serbaguna milik
pemerintah lokal. Bedanya dengan tradisi di Bali, acara Menek Kelih diisi
dengan sembahyang dan makan bersama keluarga, sedangkan acara Seijin Shiki
dimeriahkan dengan pidato, penerimaan cendera mata, jamuan
makan, dan foto bersama
dengan pejabat lokal. Walaupun masing-masing memiliki perbedaan tersendiri,
tradisi ini sama-sama untuk mensyukuri anak yang sudah beranjak dewasa.
Di kota-kota
besar, upacara diadakan pada Hari Kedewasaan yang jatuh pada hari Senin minggu
kedua bulan Januari. Di kota-kota kecil dan desa-desa,
penyelenggaraan upacara sering dimajukan di hari-hari awal Tahun Baru untuk memudahkan peserta yang terdaftar di di daerah asal
dan kebetulan sedang berada di kampung halaman. Jika hari penyelenggaraan
upacara tidak dimajukan, peserta yang tinggal di kota harus kembali lagi ke
kampung halaman untuk mengikuti Seijin shiki.
Di hari-hari
penyelenggaraan Seijin shiki bisa ditemui pemandangan wanita muda peserta
Seijin shiki mengenakan kimono resmi jenis Furisode dengan rias wajah dan tata rambut hasil salon, sedangkan laki-laki mengenakan
setelan kimono model Hakama. Wanita yang tidak ingin direpotkan
dengan kimono bisa mengenakan gaun
resmi dan pria
mengenakan setelan jas. Upacara Seinen-sai yang diselenggarakan 22 November 1946 di kota Warabi Distrik Kitaadachi, Prefektur Saitama merupakan asal-usul upacara Seijin shiki seperti yang ada
sekarang. Pada mulanya, upacara diadakan untuk memberi harapan tentang masa
depan yang cerah bagi generasi muda Jepang yang kehilangan segala semangat dan
cita-cita akibat Perang Dunia II. Upacara dirintis pemimpin lokal
generasi muda bernama Takahashi Shōjirō dan mengambil lokasi di sebuah sekolah dasar di kota Warabi yang dipasangi tenda.
Pada tahun 1948,
pemerintah Jepang mengambil perayaan Seinen-sai sebagai contoh dan
menetapkan tanggal 15 Januari tahun berikutnya (1949) sebagai
Hari Kedewasaan (Seijin no hi). Sejak itu, pemerintah lokal kota dan
desa di Jepang selalu mengadakan upacara Hari Kedewasaan tanggal 15 Januari
sampai hari penyelenggaraan diubah menjadi hari Senin minggu
kedua di bulan Januari sesuai dengan Sistem Happy Monday.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar